Friday, May 18, 2007

POLIGAMI DAN MONOGAMI

Al-Quran surat Al-Nisa' [4]: 3 menyatakan,

Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil (dalam hal-hal yang bersifat lahiriah jika mengawini lebih dari satu), maka kawinilah seorang saja atau budak budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Atas dasar ayat inilah sehingga Nabi Saw. melarang menghimpun dalam saat yang sama lebih dari empat orang istri bagi seorang pria. Ketika turunnya ayat ini, beliau memerintahkan semua yang memiliki lebih dari empat orang istri, agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga maksimal, setiap orang hanya memperistrikan empat orang wanita. Imam Malik, An-Nasa'i, dan Ad-Daraquthni meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada Sailan bin Umayyah, yang ketika itu memiliki sepuluh orang istri.

Pilihlah dari mereka empat oranq (istri) dan ceraikan selebihnya.

Di sisi 1ain ayat ini pula yang menjadi dasar bolehnya poligami. Sayang ayat ini sering disalahpahami. Ayat ini turun --sebagaimana diuraikan oleh istri Nabi Aisyah r.a.-- menyangkut sikap sementara orang yang ingin mengawini anak-anak yatim yang kaya lagi cantik, dan berada dalam pemeliharaannya, tetapi tidak ingin memberinya mas kawin yang sesuai serta tidak memperlakukannya secara adil. Ayat ini melarang hal tersebut dengan satu susunan kalimat yang sangat tegas. Penyebutan "dua, tiga atau empat" pada hakikatnya adalah dalam rangka tuntutan berlaku adil kepada mereka. Redaksi ayat ini mirip dengan ucapan seseorang yang melarang orang 1ain memakan makanan tertentu, dan untuk menguatkan larangan itu dikatakannya, "Jika Anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini, maka habiskan saja makanan selainnya yang ada di hadapan Anda selama Anda tidak khawatir sakit". Tentu saja perintah menghabiskan makanan yang lain hanya sekadar untuk menekankan larangan memakan makanan tertentu itu.

Perlu juga digarisbawahi bahwa ayat ini, tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan adat istiadat sebelum ini. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, dia hanya berbicara tentang bolehnya poligami, dan itu pun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan.

Jika demikian halnya, maka pembahasan tentang poligami dalam syariat Al-Quran, hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal atau baik dan buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut pandang pengaturan hukum, dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.

Adalah wajar bagi satu perundangan --apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku setiap waktu dan kondisi-- untuk mempersiapkan ketetapan hukum yang boleh jadi terjadi pada satu ketika, walaupun kejadian itu hanya merupakan "kemungkinan".

Bukankah kemungkinan mandulnya seorang istri, atau terjangkiti penyakit parah, merupakan satu kemungkinan yang tidak aneh? Apakah jalan keluar bagi seorang suami yang dapat diusulkan untuk menghadapi kemungkinan ini? Bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologis atau memperoleh dambaannya untuk memiliki anak? Poligami ketika itu adalah jalan yang paling ideal. Tetapi sekali lagi harus diingat bahwa ini bukan berarti anjuran, apalagi kewajiban. Itu diserahkan kepada masing-masing menurut pertimbangannya. Al-Quran hanya memberi wadah bagi mereka yang menginginkannya. Masih banyak kondisi-kondisi selain yang disebut ini, yang juga merupakan alasan logis untuk tidak menutup pintu poligami dengan syaratsyarat yang tidak ringan itu.

Perlu juga dijelaskan bahwa keadilan yang disyaratkan oleh ayat yang membolehkan poligami itu, adalah keadilan dalam bidang material. Surat Al-Nisa' [4]: 129 menegaskan juga bahwa,

Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Keadilan yang dimaksud oleh ayat ini, adalah keadilan di bidang imaterial (cinta). Itu sebabnya hati yang berpoligami dilarang memperturutkan hatinya dan berkelebihan dalam kecenderungan kepada yang dicintai. Dengan demikian tidaklah tepat menjadikan ayat ini sebagai dalih untuk menutup pintu poligami serapat-rapatnya.

About Me

'Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia, walau jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia berbicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikuan pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhanmu, begitu juga pula demi pemangkasanmu. Sebagaimana dia membumbung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu, membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari, demikian pula dia menghunjam ke dasar akarmu, mengguncang-guncangnya dari ikatanmu dengan tanah Demikianlah pekerti Cinta atas diri manusia, supaya kau pahami rahasia hati, dan kesadaran ini menjadikanmu segumpal hati kehidupan. Cinta tidak memberikan apa-apa, kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh. Pun tidak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki atau pun dimiliki, karena cinta telah cukup untuk cinta.

Have a Good Day

Have a Good Day